Senin, 24 Desember 2007

Liburan Akhir Tahun ? Ke Bali Aja


Bagi sebagian orang yang merasa sudah bekerja keras selama setahun tentu ingin melepas kepenatan pikiran/stress di akhir tahun. Rekreasi memang perlu dilakukan untuk mengurangi stress yang terbukti menjadi salah satu faktor resiko penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi). Rekreasi tidak selalu harus dilakukan dengan liburan, meskipun banyak yang menganggap rekreasi ya liburan itu. Selain liburan, melakukan hobi, misalnya membaca koleksi buku lama, berkebun, tiduran atau juga mengisi weblog seperti yang sekarang saya lakukan juga dapat menyegarkan pikiran seperti tujuan rekreasi itu sendiri.

By the way, kalau berbicara tentang liburan, sangat tidak afdol jika tidak menyinggung tentang pulau Bali. Diakui atau tidak, Bali tetaplah tujuan wisata nomor satu. Tragedi bom bali beberapa tahun yang lalu memang sempat memukul pariwisata di pulau dewata itu, tapi sama sekali tidak membuat Bali turun popularitasnya. Kondisi alam yang cantik dipadu dengan kehidupan etnik masyarakatnya benar-benar menjadikan Bali sebagai tujuan wisata paling eksotik di seluruh dunia.

Beberapa bulan lalu saat ada cuti bersama agak panjang di akhir bulan Mei 2007, saya bersama keluarga berkesempatan jalan-jalan ke Bali. Pada awalnya direncanakan hanya bertiga saja (saya, istri dan anak), tapi setelah dipertimbangkan ternyata bertambah tiga orang, yaitu babysitter, mertua dan seorang teman yang bertugas sebagai guide karena pernah tinggal di Denpasar selama 3 tahun. Dengan pertambahan ini tentu banyak yang harus disesuaikan, terutama ya duitnya, supaya tidak mengurangi kualitas liburan seperti yang direncanakan.

Perjalanan yang kami tempuh dengan mobil (karena setelah dihitung-hitung duitnya ternyata tidak cukup untuk naik pesawat sebanyak enam orang pulang pergi) sejak dari rumah di Nganjuk lancar-lancar saja. Berangkat jam enam sore setelah praktek sore sebentar, kami sempatkan singgah di pantai Pasir Putih Situbondo kira-kira jam satu dinihari untuk istirahat. Disana ada rumah makan padang yang buka 24 jam, saya sempatkan makan malam karena mengemudi ternyata bisa juga membuat perut keroncongan.

Pas subuh kami sampai di pelabuhan penyeberangan Ketapang, Banyuwangi. Ternyata lumayan banyak wisatawan yang akan menyeberang ke pulau Bali, maklum saat itu bertepatan dengan libur sekolah, sebagian besar anak SMU dalam rombongan bus-bus pariwisata. Hal ini menyebabkan perjalanan sedikit terlambat dari yang direncanakan karena harus antri lebih kurang tiga jam. Selama menunggu itu saya manfaatkan dengan baik untuk beristirahat. Saat menyeberang, di atas kapal, barulah saya tahu bahwa selain jumlah penyeberang yang meningkat ternyata keterlambatan juga disebabkan karena adanya gelombang pasang di selat Bali. Saya langsung berdoa agar jangan sampai terjadi apapun karena diantara rombongan kami berenam, selain anak saya yang baru dua tahun sepuluh bulan, hanya saya yang tidak bisa berenang.

Perjalanan dengan feri memakan waktu kira-kira satu jam. Alhamdulillah tidak terjadi apapun. Setelah melalui pemeriksaan oleh polisi (semua kendaraan beserta penumpang harus diperiksa, mungkin untuk menghindari terulangnya tragedi bom Bali), kami langsung tancap gas ke pantai Lovina, di kawasan utara pulau Bali. Lebih kurang satu setengah jam perjalanan.

Di perjalanan kami melewati Taman Nasional Bali Barat (West Bali National Park) yang termasuk wilayah kabupaten Negara. Luasnya mencapai 77.000 Ha lebih. Terdapat bagian seluas 2.250 Ha yang berstatus suaka margasatwa. Hewan khas yang terdapat di kawasan ini adalah Jalak Putih Bali (Leuoeopsar rhotsehildi) dan Banteng (Bos javanicus). Sejuknya udara Taman Nasional Bali Barat yang kami lewati membuat lelah karena mengemudi tidak terasa lagi.

Kami akhirnya sampai di Lovina sekitar jam sebelas siang. Pantai Lovina terletak di kabupaten Buleleng, sekitar 10 km sebelah barat kota Singaraja. Nama Lovina diberikan oleh Anak Agung Panji Tisna (alm.), seorang bangsawan Bali yang juga seorang sastrawan angkatan Balai Pustaka. Konon nama ini diambil dari nama hotel kecil di India yaitu "Lafeina", dimana beliau menginap dan menulis buku sastra berjudul "Ni Ketut Widhi". Tentang buku ini saya sendiri belum pernah membaca, tetapi AA Panji Tisna sudah kita kenal melalui karyanya yang pernah disinetronkan yang dibintangi oleh (kalau tidak salah) Nike Ardilla (alm.): "Sukreni Gadis Bali". Beliau juga menulis roman tentang cinta bertepuk sebelah tangan dan menyayat hati, berjudul "I Swasta, Setahun Di Bedahulu". Menurut saya buku ini lebih bagus daripada "Sukreni", karena saat membacanya kita seakan benar-benar diajak menyelami kehidupan di pulau Bali pada jaman dahulu yang eksotis. Lovina juga ada yang mengartikan merupakan suatu singkatan dari "Love" dan "Ina", yang berarti cinta Indonesia.

Pantai Lovina ini terkenal karena lautnya yang tenang dan ikan lumba-lumba(dolphine) yang sering beratraksi di dekat pantai. Pertama kali yang saya cari begitu sampai disana adalah penginapan, karena setelah duabelas jam mengemudi benar-benar membuat badan pegal-pegal karena terlalu lama duduk. Banyak sekali hotel di sekitar pantai yang ditawarkan oleh para freelance guide yang ada di pantai. Kita hanya tinggal menyebut kriteria hotel yang diinginkan, kisaran tarif kamar dan fasitasnya. Oleh mereka kita akan langsung diantarkan ke hotel yang sesuai, bila kurang cocok akan diberi pilihan lain. Mereka biasanya tidak meminta tips karena pihak hotel yang dipilih oleh wisatawan sudah memberikannya. Mulai dari hotel berbintang, hotel melati, pondok wisata atapun homestay semuanya ada, bisa dipilih tergantung selera dan kantong. Saya akhirnya memilih sebuah hotel kecil yang bersih di dekat pantai. Hotel itu bernuansa khas Bali, terletak hanya 50 meter dari pantai. Banyak sekali turis "backpackers" (sebutan untuk turis luar negeri yang berduit pas-pasan) yang tinggal disana. Mereka biasanya tinggal dalam waktu yang lama (long stay) dan kebanyakan dari Australia.

Setelah urusan akomodasi, yang juga tidak kalah penting adalah perut yang mulai berkokok. Memang sejak dari pelabuhan penyeberangan kami memang belum makan nasi sama sekali, maklum saja inilah perut orang jawa, meskipun diatas kapal sempat membeli roti dan kue, kalau bukan nasi itu bukan makan namanya. Tapi mencari makanan halal di Bali tentu tidak semudah di Jawa. Akhirnya kami menemukan warung muslim masakan Jawa di terminal Singaraja. Nama warungnya sudah lupa, yang penting rasanya enak dan tentu saja halal. Sesudah makan, kami sempatkan mengunjungi lapangan Singaraja selepas Maghrib, yang banyak dikunjungi penduduk sekitar (kebanyakan orangtua dan anak kecil) untuk bercengkerama.

Di pantai Lovina banyak dijumpai toko suvenir yang menjual barang-barang seni khas Bali. Ada kain bali, patung kecil, lukisan khas bali juga ada. Kami hanya membeli beberapa patung lumba-lumba (khas Lovina), asal bisa tawar-menawar harganya cukup murah, berkisar 5-10 ribu rupiah tergantung ukurannya. Untuk barang seni menurut saya tak ada tempat lain selengkap pasar seni Sukowati.

Bila anda ingin mengamati lumba-lumba dari dekat dapat menyewa perahu motor tempel yang ada di sepanjang pantai, tarif (saat itu) 100 ribu/perahu. Perahunya berangkat pagi sekali sekitar pukul 06.00 WITA. Jangan dikira jam enam disitu sudah terang benderang seperti di Jawa, saat petugas hotel mengingatkan perahu akan segera berangkat waktunya itu habis subuh, jadi suasana masih gelap banget. Tapi keinginan melihat lumba-lumba yang sangat kuat mengalahkan semuanya. Saat saya tanyakan pada tukang perahu, namanya Putu, kenapa waktunya harus pagi-pagi sekali, dijawab bahwa lumba-lumba di Lovina munculnya terutama bila saat laut masih dingin. Kalau saat laut paling dingin tentu saja saat malam hari, tapi pada malam hari kan gelap dan tidak kelihatan, jadi waktu paling tepat tentu saja pagi hari.

Berbekal handycam, kamera dan minuman isotonik, saya dan istri (yang lain tidak jadi ikut karena masih ngantuk) segera naik ke atas perahu kecil yang sudah dipasangi mesin motor. Perahunya berukuran panjang kira-kira tiga meteran, lebarnya hanya setengah meteran atau mungkin kurang dari itu. Di kiri-kanannya ada semacam kayu untuk keseimbangan. Oleh pemiliknya, mesin motor perahu selalu diambil saat sedang tidak berlayar, bila diperlukan baru mesin perahunya dipasang, pemasangannya tidak memakan waktu lama, sekitar 10 menit. Masing-masing penumpang diberi pelampung berwarna merah menyala bergaris kuning terang.

Akhirnya diiringi perasaan berdebar-debar, karena tidak bisa berenang, bercampur ngantuk, karena masih terlalu pagi, maka perahu yang kami naiki bergerak menuju tengah laut. Pagi itu cuaca agak mendung dan disertai gerimis rintik-rintik menambah dingin suasana pagi itu. Dari kejauhan tampak perahu lain yang bertujuan sama seperti kami, bahkan ada yang berisi enam orang dalam satu perahu. Saya dekap erat-erat tas handycam saya supaya tidak terkena air laut yang bisa merusak barang di dalamnya. Berkali-kali istri mengingatkan hal ini karena bila sampai rusak tentu liburan ini tidak bisa diabadikan.

Setelah lebih kurang satu kilometer lepas pantai, ombaknya mulai semakin besar. Pantai Lovina yang tampak tenang, ternyata tidak demikian keadaannya bila kita berada di tengah lautnya. Saya ajak istri berdoa agar perahunya tidak mengalami hal-hal yang tidak dikehendaki. Bagaimanapun, meskipun sudah memakai pelampung dan ombak tidak terlalu besar, tentu akan jadi masalah besar bila jatuh ke laut.

Tiba-tiba tukang perahu menunjuk ke satu arah, dan langsung mengarahkan laju perahu ke arah itu. Ternyata ada sekumpulan lumba-lumba yang beratraksi, mereka melompat ke udara bergantian. Meskipun pernah menyaksikan atraksi lumba-lumba di Gelanggang Samudra Taman Impian Jaya Ancol di Jakarta, melihat mereka di alam bebas tentu mempunyai arti tersendiri. Perahu-perahu lain ternyata juga tidak mau kalah, berduyun-duyun mendatangi tempat munculnya lumba-lumba itu. Mungkin ini yang menyebabkan atraksi itu tidak berlangsung lama, kurang dari tiga menit. Saya sampai lupa mengabadikannya dengan handycam yang dibawa.

Beberapa kali lumba-lumba itu beratraksi tapi tidak sedekat dan sejelas yang pertama, hal ini karena saat perahu kami mendekat, atraksinya sudah selesai. Jadi tidak ada hasil rekaman apapun tentang hal itu. Hasil kamera digital yang dibawa istri juga tidak bagus karena perahu bergerak terus. Tapi apa yang sudah kami lihat tidak akan dapat dilupakan begitu saja.

Hujan yang semula hanya rintik-rintik menjadi bertambah besar. Pakaian juga sudah basah semua. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke pantai. Perjalanan pulang serasa lebih cepat daripada saat berangkat. Sesampai di kamar hotel, mandi air hangat menjadi kegiatan yang menyenangkan. Sesudah mandi, setangkup roti bakar yang disediakan pihak hotel dan secangkir kopi manis hangat menjadi menu sarapan kami pagi itu. Kami harus sarapan secepatnya, karena sesuai dengan rencana semula, kami harus segera check-out untuk meneruskan perjalanan ke Kintamani, Danau Batur dan Terunyan yang terkenal dengan keindahan alamnya dan cara penguburan mayat yang tidak dikubur, tapi cukup diletakkan begitu saja di bawah pohon. Ih, serem.
(Bersambung)

Sabtu, 22 Desember 2007

Untukmu Ibunda


Tali kasih yang engkau rajut
Sejak dalam kandungan hingga lahir

Harapan, keceriaan, kegembiraan

Yang telah engkau berikan

Takkan lekang sepanjang masa


Ibunda engkau sungguh mulia

Semoga Allah SWT meridhoimu

Maafkan ananda
Ananda tak dapat memberikan
Apa-apa hanya ucapan

Terimakasih untukmu

IBUNDA


Nganjuk, 22 Desember 2007


Ananda

Selamat Hari Raya Idul Adha 1428 H

Allahu Akbar.....Allahu Akbar.....Allahu Akbar.....Laa Illaha Ilallahu Allahu Akbar.....Wa Lillahil Hamdu.....

Suara takbir bergema di sepanjang malam, udara dingin setelah gerimis tadi sore tidak mengurangi keramaian takbir keliling yang diadakan para siswa TPA. Hewan kurban juga sudah disiapkan, jadi besok setelah sholat Ied, siap-siap dapat daging kurban.
Kebetulan tahun ini keluarga kami mendapat arisan kurban di lingkungan RT, kemarin pak RT juga sudah memberitahu agar bisa menyaksikan pelaksanaan kurban. Tapi maaf ya, pak RT, bukannya saya tidak mau menyaksikan, tapi hari libur besok kita dapat giliran jaga UGD shift pagi. Jadi habis sholat harus langsung cabut demi tugas pelayanan (jiee…..), tapi kalau dikasih daging kurban biarpun sedikit kita juga mau kok (sorry ya pak RT, cuma bercanda).
Memang, sebagai tenaga medis, apalagi di Rumah Sakit, cuti bersama pemerintah bagi para PNS sepertinya hanya sekedar teori. Pada prakteknya semakin lama cuti bersama semakin berat tugas sebagai dokter UGD. Karena semua puskesmas pada tutup, jadi pelayanannya berhenti juga, ditambah banyak dokter praktek yang tutup juga (dokter kan juga manusia yang butuh libur bareng keluarga). Jadi bila ada orang sakit, ujung-ujungnya ya ke UGD. Daripada repot. Karena kalau pasiennya nunggu hari kerja puskesmas takut keburu sakitnya jadi tambah parah, sedangkan nyari dokter praktek jarang yang buka. Jangan heran kalau pada saat cuti bersama yang lumayan lama seperti lebaran kemarin, untuk sakit ringan semacam flu juga banyak sekali pasien yang datang ke UGD. Hal ini akan sedikit mengganggu pelayanan pada pasien yang betul-betul gawat, tetapi hal ini bisa diminimalisir dengan pelayanan berdasarkan triase (triage), yaitu pelayanan yang mendahulukan pasien yang lebih gawat, bukan pada pasien yang datang lebih dulu.
Cuti bersama yang panjang (kadang sampai 6 hari) memang tidak bisa dinikmati semua orang/PNS. Lebih-lebih di kota yang menggunakan aturan enam hari kerja (senin sampai sabtu), cuti bersama yang ditetapkan pemerintah selalu ditetapkan tanpa hari sabtu. Jadi konsekuensinya ya pada hari sabtu harus masuk seperti hari kerja biasa, meskipun para PNS dari instansi yang mengikuti sistem lima hari kerja pada menikmati liburan semua. Kadang-kadang saya berpikir apakah para pengambil keputusan di negeri ini tidak tahu bahwa tidak semua daerah bersistem lima hari kerja.
Tapi apapun dan bagaimanapun hidup harus dinikmati tanpa banyak keluhan, jadi kalau harus bertugas disaat orang lain liburan ya oke-oke saja, kan yang jaga juga tidak sendirian, ada teman sejawat dokter yang lain, juga teman-teman perawat, siapa tahu kalau diniati dengan ibadah malah bisa jadi ladang pahala. Insya Allah.
Jadi sekali lagi Selamat Hari Raya Idul Adha 1428 H.