Kamis, 16 April 2009

IGD RSUD Ngajuk, Past to Present

Pada saat saya mendapat surat tugas ditempatkan di RSUD Nganjuk awal 2005 dulu, saya mempunyai keinginan untuk ditempatkan di bagian Instalasi Gawat Darurat . Karena menurut saya (saat itu) di IGD dengan segala kedinamisannya sangat sesuai dengan jiwa muda saya yang sedang mencari jati diri.

Saat itu (sampai sekarang saat tulisan ini dibuat) yang menjadi Ka-Instalasi adalah dr. Sugeng Priyono dan Ka-Ruangan adalah Ibu Sri Nuryati, AMK. Yang saya tidak bisa lupakan dari IGD RSUD Nganjuk adalah kekompakan teman-teman baik dokter maupun perawat di dalam pekerjaan maupun dalam hubungan sehari-hari. Banyak pengalaman kerja maupun pengalaman batin yang saya pelajari selama saya bekerja (3,5 tahun) disana yang menambah warna dari kehidupan saya yang semoga berguna dalam menghadapi kehidupan selanjutnya.

Beberapa bulan lalu, saya sudah mengundurkan diri dari IGD karena melanjutkan pendidikan spesialisasi jantung dan pembuluh darah di Unair, tapi kenangan akan IGD RSUD Nganjuk tidak akan tergantikan dan akan selalu berkesan menjadi pengalaman hidup yang menarik.

Bulan kemarin IGD RSUD Nganjuk yang baru telah diresmikan, semoga dengan bangunan yang baru ini semangat dalam bekerja menjadi lebih besar, sehingga pelayanan terhadap pasien menjadi lebih baik.

IGD Nganjuk lama

IGD RSUD Nganjuk akhir tahun 2006, bangunan kosong di sebelahnya adalah Bank Jatim yang dikosongkan karena seluruh bangunan akan dibongkar.

IGD Nganjuk transisi

Wajah IGD RSUD Nganjuk th. 2007, karena bangunan baru dalam pengerjaan, pelayanan menggunakan bangunan di sebelahnya yang sebelumnya adalah garasi mobil ambulans. Dari ki-ka : Sabar, Suparlan, Sri Nuryati, AMK, dr. Nupriyanto, dr. Hari Muharam Djajusman, Ririn Setyorini, AMK, Suratno, M. Anas, Hendro DP, AMK

IGD Nganjuk transisi 2007

Ruang Tindakan di bangunan transisi, tahun 2007

IGD Nganjuk baru

IGD RSUD Nganjuk dengan wajah baru

IGD Nganjuk baru1

Ruang Non Trauma IGD RSUD Nganjuk

IGD Nganjuk baru2

Ruang Trauma IGD RSUD Nganjuk

Dari tulisan ini, saya menitip salam kepada seluruh teman-teman di IGD RSUD Nganjuk semoga tetap kompak dan semakin baik dalam pelayanan. Kepada dr. Sugeng Priyono dan Ibu Sri Nuryati, AMK, saya ucapkan terimakasih atas bimbingannya selama ini. Juga kepada dr. M. Nurhadi saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya atas segala kesempatan yang telah diberikan selama saya bekerja di RSUD Nganjuk. Kepada teman-teman dokter dan perawat lainnya saya berharap semoga persahabatan kita tetap berlanjut sampai kapanpun. Mohon maaf bila selama di bertugas disana ada kesalahan yang saya sengaja maupun tidak.


Kamis, 19 Maret 2009

Wisata IGD RSUD Nganjuk

Libur panjang 3 hari kemarin, saya dan keluarga diajak oleh teman-teman dari IGD RSUD Nganjuk yang akan berwisata ke Malang. Tentu saja ajakan itu saya terima dengan senang hati, seperti tahun lalu mereka mengajak saya jalan-jalan ke Telaga Sarangan, Magetan. Saya ucapkan terimakasih kepada seluruh rekan-rekan IGD RSUD Nganjuk, baik dokter maupun paramedis, untuk semuanya meskipun saya sudah tidak bekerja disana lagi karena menempuh pendidikan spesialis, tapi tetap mengajak saya bila ada acara wisata. Tidak terasa sudah hampir setahun kita berpisah tapi semoga hubungan baik ini selalu terjalin.

Tempat wisata yang dituju adalah Wisata Agro Kebun Teh Wonosari, Lawang, Malang. Kemudian dilanjutkan menuju Jatim Park di daerah Batu, Malang. Terakhir kita ke Batu Night Spectacular (BNS) yang ada di Batu, Malang juga.

Selain untuk refreshing, jalan-jalan tersebut juga untuk sebagai acara perpisahan untuk Sri Wiludjeng, AMKeb, yang akan pindah tugas ke ruang bersalin. Buat mbak Wil, kami ucapkan selamat bertugas di tempat baru, semoga tidak lupa dengan kita di IGD. Buat rekan-rekan yang di IGD, semoga semakin bersemangat dalam memberikan pelayanan, sehingga lebih baik di masa mendatang.


Senin, 19 Januari 2009

Jadwal ACLS PERKI Cabang Surabaya tahun 2009


Berikut adalah Jadwal ACLS PERKI Cabang Surabaya tahun 2009
Semoga membantu teman sejawat yang berniat mengikut ACLS yang diselenggarakan oleh PERKI Cab. Surabaya.

Jadwal ACLS PERKI Cabang Surabaya tahun 2009

Tanggal Pelaksanaan 6-8 Pebruari 2009

Tempat : RS Husada Utama Surabaya Lt. 3

Biaya : Rp. 2.800.000,- / peserta

Biaya sudah termasuk buku panduan, konsumsi, sertifikat.

Biaya dapat ditransfer ke rekening Bank Niaga Cabang RSU Dr. Soetomo Surabaya, a/n Dr. Budi Baktijasa, no. Rekening 0330110689000

Info lebih lanjut dapat menghubungi Sekretariatan ACLS T/F : Cinthia, telp. 031-5020362/031-70819697.

Syarat-syarat :

- untuk dokter umum.

- menyerahkan pas photo 4X6 berwarna sebanyak 2 lembar pada saat acara

- tidak melayani pendaftaran on site.

- peserta dibatasi 35 peserta.

- panitia berhak menutup pendaftaran apabila telah memenuhi kuota dan peserta yang belum terdaftar akan dimasukkan ke pelatihan ACLS berikutnya.

- Peserta dianggap telah terdaftar pada acara tersebut apabila telah melunasi biaya registrasi.

Untuk bulan selanjutnya, ACLS akan dilaksanakan pada :

6-8 Maret 2009

17-19 April 2009

15-17 Mei 2009

19-21 Juni 2009

24-26 Juli 2009

7-9 Agustus 2009

9-11 Oktober 2009

13-15 Nopember 2009

11-13 Desember 2009

Untuk bulan September tidak dilaksanakan kemungkinan karena bertepatan dengan bulan puasa.

Selasa, 28 Oktober 2008


Mumpung lagi ngumpul, kita sempatin foto bareng.
Berikut adalah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis - 1 ( PPDS - 1 ) Kardiologi dan Kedokteran Vaskular a.k.a. Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Universitas Airlangga ( Unair ) angkatan Juli 2008. Dari kiri ke kanan : dr. M. Faishal Riza - dr. Rachfita Chandra - dr. Farhanah Meutia - dr. Anna Fuji Rahimah - dr. Dwi Ariyanti - dr. Dini Paramitha - dr. Nupriyanto - dr. Ardian Rizal.

Senin, 18 Februari 2008

Jalan-Jalan (Lagi) Ke Bali 3


Jarum jam menunjukkan pukul 16.15 WITA saat kami sampai di tepi Danau Beratan, Bedugul. Tiket masuk yang harus dibayar Rp. 7500/orang ditambah retribusi parkir untuk kendaraan roda empat sebesar Rp. 5ribu. Sayang sekali sesampai disana hampir semua wisata air sudah mulai berkemas-kemas akan tutup. Yang ada hanya keliling danau dengan menggunakan speedboat dengan tarif Rp. 120 ribu/boat dengan jumlah penumpang maksimal 5 orang dewasa. Padahal yang saya ingin lakukan bersama rombongan adalah parasailing (65ribu) dan jetski (125ribu/2 orang). Kecewa banget karena sebenarnya saya sudah menyiapkan semuanya. Mungkin karena kami terlalu lama makan dan bersantai di Cafe Tahu Baturiti, padahal wisata air di Bedugul mulai tutup jam 4 sore.

Karena tidak mau kecewa dan sekalian karena terlanjur kesana, maka diputuskan untuk menginap di Bedugul. Kebetulan diberitahu petugas di tempat pembelian tiket kalau ada hotel disitu. Kami disuruh masuk ke dalam restoran yang ada di tepi danau. Ternyata di atas restoran itu ada resepsionis yang melayani pengunjung yang ingin menginap di hotel mereka. Tidak adanya tulisan nama hotel sama sekali membuat kami sebelumnya sempat berkeliling mencari dimana letak hotelnya.

Harga kamar berkisar Rp.250ribu/kamar. Dapat diskon 30% jadinya hanya tinggal bayar Rp.175ribu. Menurut saya ini termasuk mahal dengan fasilitas hotel yang sangat standar. TV, bathtub, double bed,hot water, tanpa AC (lagian sapa juga mau pake AC di Bedugul, suhu normal saja berkisar 18-24 derajat Celcius alias dingin banget) dan dapat breakfast untuk 2 orang/kamar. Hotel terletak di lantai dua restoran tadi. Setelah melihat-lihat saya baru tahu bahwa ternyata tidak ada tamu yang lain alias kosong melompong. Untungnya kami dalam rombongan yang agak banyak sehingga tidak ada rasa khawatir terjadi apa-apa. Meskipun sedikit kecewa dengan fasilitas hotel yang minim tapi kemudian sedikit terobati saat kami mendapat kamar dengan view danau Beratan yang luas dilatarbelakangi oleh tingginya gunung menambah asri pemandangan. Hanya semakin senja semakin banyak kabut yang turun meliputi danau.

Bedugul merupakan kawasan wisata yang berada di ketinggian sekitar 1200 meter diatas permukaan laut, tak heran udaranya sangat sejuk pada siang hari dan dingin banget di malam hari. Selain danau Beratan di kawasan yang termasuk wilayah Kecamatan Sukasada Kabupaten Tabanan ini juga ada Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Bila dari arah utara (Singaraja) jaraknya lebih kurang 25 km ke arah selatan. Danau Beratan merupakan yang terluas dibandingkan dua danau lainnya dan dilengkapi sarana prasarana yang lebih lengkap daripada D. Buyan dan D. Tamblingan. Di D. Beratan ada perahu motor/speed boat dan bermacam-macam wisata air lainnya, sedangkan di danau lainnya hanya ada perahu dayung dan wisata memancing. Tetapi daya tarik utama danau Buyan dan danau Tamblingan memang suasana alamnya yang masih asri.

Suasana danau sore itu sudah mulai sepi, hanya beberapa toko yang menjual cinderamata khas Bali. Bedanya disini hampir semua toko sudah memberikan harga pas di setiap barang dagangannya. Ada juga penjual buah yang menawarkan salak, strawberi, tomat belanda, anggur hitam dan lain-lain. Ada juga minimarket yang menjual barang kebutuhan pribadi. Saat senja, semua toko tutup semua kecuali hotel tempat kami menginap. Ada beberapa wisatawan cewek dari Jakarta yang singgah, tapi hanya transit buat foto-foto di sekitar danau karena akan melanjutkan perjalanan ke pantai Lovina di Singaraja.

Dari tepi danau Beratan, kita dapat melihat dari kejauhan pura Ulun Danu yang terkenal itu. Bila kita berkeliling menggunakan speedboad kita bisa menikmati pura ini dari dekat. Ada juga masjid Besar di wilayah Candi Kuning yang bisa dilihat dari tepi danau, ternyata di wilayah ini banyak sekali warga pendatang dan muslim. Bahkan dari informasi yang saya dapat, di daerah Bedugul warga pendatang muslim termasuk mayoritas. Makanya untuk makanan halal sangat mudah ditemui disini. Hal ini terbukti saat habis Isya’ sekitar jam 8 malam saya naik untuk makan malam. Banyak sekali warung muslim yang menyajikan bermacam-macam makanan halal. Kami memilih sate kelinci, sate ayam dan gule kambing, harganya cukup murah, Rp. 9ribu/10 tusuk sudah termasuk nasi putih. Rasanya badan kami menjadi lebih hangat setelah makan malam dengan menu-menu tadi. Bagi anda yang suka masakan lombok juga ada rumah makan Taliwang Baru yang menyajikan ayam bakar taliwang, pelecing kangkung dan aneka makanan lombok lainnya yang tentu terjamin kehalalannya.

Setelah makan malam karena memang sudah capek banget kami habiskan malam itu dengan tidur pulas. Udara dingin danau Beratan yang menusuk tulang membuat selimut menjadi barang yang sangat berharga. Bahkan sopir saya tidur di kamarnya menggunakan baju 2 lapis ditambah jaket.

Besok paginya habis subuh udara dingin mencapai puncaknya. Bagi yang punya sakit asma dan kumat bila terkena udara dingin sangat tidak disarankan untuk menginap di Bedugul, soalnya kalau sewaktu-waktu kumat kan bisa berabe. Saat fajar menyingsing perlahan-lahan udara hangat mulai terasa. Meski begitu sewaktu mandi pagi kami menggunakan air hangat. Kegiatan di tepi danau dimulai sekitar jam 8 pagi, saat itu toko-toko mulai buka. Setelah breakfast di tepi danau yang sejuk kami langsung check-out, ini karena hari senin esok harus kembali bekerja, jadi sampai di rumah tidak boleh lebih dari jam 9 malam. Rencana parasailing dan jetski terpaksa saya buang jauh-jauh karena untuk menunggunya masih diperlukan waktu sejam lagi. Selamat tinggal Danau Beratan yang indah, semoga suatu saat nanti bisa kembali untuk menikimati wisata airmu.
Perjalanan pulang kami putuskan lewat Singaraja dengan pertimbangan lebih dekat daripada harus kembali menuju Denpasar. Dalam perjalanan pulang di Candi Kuning kami melewati Strawberry Stop! Yaitu semacam kafe yang menyediakan strawberry segar. Sebelumnya kita diperbolehkan untuk melihat-hat areal perkebunan strawberry yang ada di belakang kafe. Ada 2 sistem media penanaman, diatas tanah dan hidroponik. Khusus untuk sistem hidroponik diletakkan dalam suatu rumah tersendiri semacam rumahkaca/greenhouse. Saya sebelumnya pernah juga melihat perkebunan strawberry di wisata agro Kusuma Batu-Malang. Bedanya di Bedugul untuk melihat perkebunan tidak ada biaya tambahan. Setelah puas melihat bagaimana strawberry ditanam, kami menuju kafenya yang menyediakan bermacam-macam minuman dari strawberry. Diantaranya juice, milkshake, strawbery with honey/ice cream. Yang terakhir bukan minuman tapi potongan strawberry yang ditambah madu/es krim. Rasanya sungguh segar. Harga minuman sangat terjangkau, mulai 8ribu-15ribu.

Kita bisa juga membeli strawberry segar yang dikemas dalam wadah plastik dengan berat 1/4 kg, harganya 30ribu/kg. Strawberry disini sepertinya lebih bagus kualitasnya daripada yang dijual di pasar buah dekat danau. Akhirnya kami membeli 1,5 kg strawberry kemasan. Untuk menghasilkan strawberry juice yang enak dan segar seperti tadi katanya perlu 1/4 kg buah strawberry segar.
Sesudahnya saat jam 9 pagi kami langsung meneruskan perjalanan pulang ke rumah. Lalulintas biasa-biasa saja, mungkin karena bukan musim liburan. Di pelabuhan penyeberangan Gilimanuk juga tidak terlalu ramai bahkan tidak ada antrian sama sekali. Kami sempat singgah di Besuki untuk membeli buah siwalan dan “legen”, minuman yang terbuat dari nira pohon aren yang disadap. Minuman ini rasanya manis, tapi jangan terlalu lama disimpan dalam wadah tertutup karena bisa terjadi fermentasi yang membuat minuman jadi beralkohol. Segera buka tutup botolnya setelah dibeli untuk mempertahankan agar rasanya tetap manis dan simpanlah dalam lemari es karena lebih enak kalau diminum dingin.

Akhirnya selesai juga perjalanan ke Bali kali ini. Terimakasih buat mas Udin yang sudah nganter kita kemana-mana, nggak gampang ngantuk lagi, padahal penumpangnya nggak boleh kena AC sedikit saja maunya molor terus. Yang paling parah molornya siapa lagi kalau bukan (itu tuh) yang duduk sebelah sopir alias saya sendiri. Semoga nanti kita bisa disopirin lagi, tentunya dengan tujuan wisata yang lain dan lebih oke.

THE END

Jalan-Jalan (Lagi) Ke Bali 2

Hari kedua di Bali diawali dengan menikmati sunrise di pantai Sanur. Dari hotel saya cuma tinggal keluar hotel sudah sampai di depan pantai. Habis subuh sekitar jam 5.30 WITA, banyak sekali wisatawan, terutama domestik yang mulai berdatangan menunggu saat sunrise di bibir pantai. Pagi itu, laut agak surut dan di langit sayangnya banyak terlihat awan yang lumayan mengganggu pemandangan. Kami mengambil banyak foto dengan latar belakang sunrise sebagai kenang-kenangan. Tidak ketinggalan merekam detik-detik munculnya sunrise dengan handycam.
Sesudah terbitnya matahari, suasana pantai berangsur-angsur sepi karena wisatawan banyak yang kembali menuju hotelnya masing-masing. Kamipun demikian, segera kembali ke kamar untuk sarapan pagi lalu check out. Untuk sarapan pagi itu, kami pilih nasi goreng daripada roti bakar, maklumlah perut orang Jawa, yang namanya makan ya harus nasi, kalau bukan nasi artinya belum makan, minumnya ada teh manis.




Sunrise di Sanur

Sebenarnya maksud hati ingin mencoba warung mak Beng Sanur yang terkenal dengan ikan goreng, sambal dan sup kepala ikannya itu, tapi sampai kami check out jam 8 pagi warungnya belum buka. Jadi saya tidak bisa memberikan info apapun. Doakan ya semoga ada rejeki dan kesempatan untuk mencobanya di lain waktu. Amin.

Setelah mengemas barang dari hotel, kami meluncur ke pantai Kuta. Di pantai ini, saya cuma duduk-duduk di tepi pantai, karena suasana masih sepi. Lagipula laut masih dingin meskipun sudah jam 9 pagi. Justru anak saya (umur 3,5 tahun) yang merengek-rengek minta diijinkan berenang.

Pantai Kuta masih menjadi tujuan wisata utama para turis baik manca ataupun domestik. Kalau kesana jangan lupa bawa sunblock biar kulit muka dan badan tidak kelihatan belang-belang terbakar matahari. Baju renang, baju ganti, tikar (kain panjang buat alas duduk), kamera dan handycam juga tidak boleh ketinggalan. Memang sih disana ada yang menyewakan tikar (Rp.10ribu/2 jam), tapi tikarnya kecil banget, cuma muat buat 2-3 orang dewasa.

Kalau mau pakai temporary tattoo juga ada pembuat tatto yang berkeliling menawarkan sambil membawa contoh gambar. Harga tergantung kesepakatan, untuk yang ukuran terkecil harga cuma 5 ribu, proses menggambar tatonya cepat banget, malah kayaknya lebih lama nawarnya daripada melukisnya. Juga ada penjual kaos, kain Bali, atau celana model Hawai. Jangan lupa selalu tawar dahulu sebelum membeli, harga kaos dan celana pendek 10-15ribu, kain sarung bali biasanya 20-25ribu.

Setelah puas di Kuta, kami menuju pasar seni Sukawati, berbelanja disana tetap pilihan yang menarik. Memang ada pasar Gowang yang juga menjual barang seni, tapi tetap saja lebih lengkap di Sukawati. Disini saya membeli 2 lukisan jalak Bali ukuran 80X135 cm dengan harga 125ribu/buah. Juga sebuah lukisan penari Bali berukuran 60X80 cm seharga 100ribu. Rencananya lukisan jalak Bali ditaruh di atas TV dan home theatre, sedangkan yang lain (penari Bali) di kamar tamu, satu lainnya dikasihkan buat ortu.

Berikut fotonya setelah dipasang :


Perjalanan dilanjutkan menuju Danau Beratan di Bedugul. Kami memang berencana menginap di hotel dekat danau terbesar kedua di Bali itu. Rute yang kami lewati memang lumayan jauh, dari Sukawati ke utara, sampai di Ubud ke arah Barat. Setelah melewati Sangeh dan Baturiti, sekitar 10 km sebelum Bedugul, kami singgah di Café Tahu cabang Baturiti. Cabang café Tahu di Bali ada 3 tempat, yang pertama di Jl. Petitenget Kerobokan, sedang yang kami kunjungi ada di Km.37 Baturiti, dari Denpasar ke arah Bedugul kira-kira sejam perjalanan. Café-nya ada di kiri jalan. Cabang satunya ada di Denpasar tapi dimana tepatnya aku lupa.

Café ini menyediakan aneka makanan serba tahu, meskipun juga ada sih ikan bakar dan ayam bakar dan makanan non tahu lainnya. Harga aneka masakan tahu rata-rata 7900 rupiah, cukup terjangkau. Saya pesan tahu gejrot dan tahu gimbal. Rasanya cukup lumayan juga makan makanan dari tahu di suasana hijau alam Baturiti yang cukup sejuk. Pengunjung bisa menempati gubuk-gubuk semacam saung/bale bengong dari kayu beratap jerami. Café ini buka mulai jam 11.00-22.00. Jangan lupa juga mencoba sambal matah yang sangat enak, bahkan lebih enak dibandingkan sambal terasinya. Harga sambelnya sangat murah, cuma 2500/porsi. Tapi rasanya maannn, mantab abis. Pelayanan sangat baik dan cukup cepat.

Rasa tahu yang enak itu katanya dari tahu hasil buatan sendiri yang menggunakan air hygienis. Juga menjual tahu mentah yang dikemas khusus. Saya tidak tahu apakah harga bahan baku kedelai yang melonjak gila-gilaan nanti akan mempengaruhi ukuran tahu yang disajikan.
Jam empat sore segera kami melanjutkan perjalanan ke Bedugul. Karena kalau tidak, bisa-bisa kami tidak bisa melakukan wisata air disana.
(Bersambung)

Jalan-Jalan (Lagi) Ke Bali

Pesona Bali seolah tak ada habisnya. Belum setahun ke Bali, keinginan untuk kesana lagi sudah tak terbendung. Mumpung ada kesempatan cuti 3 hari di bulan Januari 2008, segera saya ajak anak, istri, adik, keponakan dan ortu (total 7 orang) buat jalan-jalan ke pulau dewata itu. Karena istri sedang hamil akhirnya diputuskan naik mobil saja, karena untuk naik pesawat kayaknya terlalu riskan.Berangkat hari kamis malam setelah sholat maghrib, nyampe di pelabuhan ketapang kira-kira jam tiga dini hari. Penyeberangan ke pelabuhan gilimanuk memerlukan waktu kurang dari sejam, biaya penyeberangan untuk 5 dewasa dan mobil Panther dikenai biaya Rp. 90ribu. Sesampai di Gilimanuk kami singgah untuk sholat Subuh di masjid besar Al-Mubarak Gilimanuk di dekat pelabuhan.

Perjalanan kemudian dilanjutkan langsung menuju pantai Sanur untuk mencari penginapan. Tapi sebelumnya kami mampir makan dulu di Rumah Makan Taliwang Baru, Jln. Teuku Umar 8 Denpasar. Di tempat yang biasa dikunjungi Presiden SBY ini kami memesan ayam bakar(25 ribu/ekor), plecing kangkung(7500/porsi), beberuk terong(6000/porsi), nasi putih(4000/porsi) dan minuman(5000-10000). Semua harga dalam rupiah (medio Januari 2008) dan BELUM termasuk pajak 10%. Ayam bakarnya berukuran agak kecil, sehingga bumbunya meresap kedalam daging danrasanya sangat enak, “mak nyuss” kalau menurut pak Bondan Wisata kuliner. Sambalnya juga oke, benar-benar membuat lidah bergoyang, bahkan saya sampai nambah dua kali. Beberuk terongnya yang terbuat dari terong jenis kecil bulat ditambah sambal terasi juga pas di lidah. Hanya untuk pelecing kangkung, meskipun rasanya juga mantap (ukuran kangkungnya lebih besar dan renyah) tapi ukuran porsinya (menurut saya) terlalu sedikit, hanya sepiring kecil.




Setelah kenyang, perjalanan kami lanjutkan ke pantai Sanur. Kami menemukan hotel kecil tepat di tepi pantai Matahari terbit Sanur, namanya hotel Ananda. Dari perempatan Sanur yang ada Dunkin Donuts ke arah timur/pantai, di sebelah kiri jalan ada Warung Mak Beng-Sanur yang terkenal itu, hotel Ananda pas di sebelahnya. Hotelnya memang menghadap ke dua arah, timur/pantai dan selatan. Karena bukan musim liburan kami mendapat harga yang cukup menarik, 165 ribu per kamar. Fasilitasnya standarlah, AC, bathub, TV dengan channel lokal, breakfast untuk 2 orang/kamar. Hanya sayangnya AC di kamar nomor 5 kurang dingin. Jadi agak gerah sedikit waktu buat tidur malam. Sedang kamar nomer 11 kesannya jadi sempit dan agak gelap karena ada ranjang besar yang modelnya klasik. Enaknya disini kalau mau ke pantai Sanur kita tidak perlu jalan jauh lagi, cukup keluar hotel sudah sampe deh di pantai.


Setelah menaruh barang, karena hari sudah siang, kami segera menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park yang terletak di Jl. Raya Uluwatu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Dari Sanur/Denpasar perjalanan sekitar 20 menit. Disini kita bisa melihat patung Wisnu setinggi 22 meter, dan kepala Garuda setinggi 18 meter yang cukup megah di kawasan seluas kira-kira 250 Ha. Patung tersebut dikerjakan oleh I Nyoman Nuarta, seorang seniman patung dan dosen ITB yang cukup ngetop. Nanti patung-patung itu rencananya akan disatukan menjadi patung Garuda Wisnu yang utuh dan sangat megah, sayang sekali belum terlaksana karena proyek tersebut tidak dilanjutkan lagi. Padahal bila sudah berdiri, patung ini bisa menjadi ikon wisata Bali yang sangat menjual, seperti menara kembar Petronas di Malaysia atau gedung opera Sydney. Harga tiket GWK Rp. 15ribu/orang (dewasa) dan Rp. 10ribu/anak. Banyak even seni yang diselenggarakan tiap harinya, misalnya Tari Barong, Rindik, Okokan, Jegog, Angklung, Baleganjur, Tektekan dan Kecak. Pas kesana kebetulan ada tari Barong, sayang sekali yang menari anak-anak kecil berumur 10-12 tahun, jadi kurang begitu bagus. Kami banyak mengambil foto-foto dengan latar belakang patung wisnu.



Puas berfoto, perjalanan dilanjutkan ke Uluwatu, dari GWK kira-kira 15 menit ke arah barat. Disini kita bisa menikmati tari kecak dengan latar belakang sunset yang sangat indah. Kecak merupakan tarian yang sangat unik, karena tidak diiringi alat musik apapun. Untuk mengiringinya ada paduan suara dari sekitar 60-70 orang pria. Ceritanya diambil dari epos Ramayana, menceritakan dewi Sita yang diculik oleh Rahwana saat ditinggal oleh Rama yang sedang mengejar kijang emas permintaan dewi Sita. Dewi Sita yang berhasil diculik berkat siasat Rahwana, yang menyamar sebagai seorang brahmana (orangtua) yang kehausan, kemudian dibawa ke Alengka Pura. Kemudian Rama menyuruh Hanuman untuk memberikan cincinnya kepada Sita. Hanuman lalu terbang ke taman istana Alengka, setelah bertemu Sita, sang dewi lalu memberikan bunga untuk diberikan kepada Rama dengan pesan agar Rama segera menyelamatkannya. Kemudian Hanuman mengobrak-abrik istana Alengka yang membuat para raksasa penjaga istana marah dan kemudian menangkap Hanuman. Berhasilkah para raksasa menangkap Hanuman? Selamatkah Hanuman dari kepungan raksasa? Saksikan sendiri pertunjukan menarik ini di obyek wisata Uluwatu. Harga tiket untuk menyaksikan kecak Rp.50ribu/orang. Pertunjukan selama kurang lebih sejam ini diadakan tiap hari tepat jam 6 sore WITA. Sesudah pertunjukan selesai, penonton dipersilahkan berfoto bersama pemain, mereka dengan senang hati dan ramah akan meladeni permintaan foto dengan pose sesuai keinginan penonton. Menurut saya, pertunjukan kecak di Uluwatu merupakan yang terbaik dibandingkan di Batubulan. Panggungnya yang berlatarbelakang sunset adalah yang satu-satunya di pulau Bali, memberikan sensasi tersendiri daripada lokasi lain yang berpanggung indoor.



Pertunjukan selesai jam 7 malam, kami segera kembali menuju ke hotel. Perut yang mulai keroncongan membuat kami mampir dulu di Jl. Four Season Jimbaran yang terkenal dengan jajaran café yang menyediakan aneka seafood. Sebenarnya disini terdapat banyak sekali café-café, tetapi atas saran dari seorang teman, kami akhirnya memilih Menega Café. Katanya banyak artis Indonesia ya langganan kesini, memang saat itu saya juga ketemu sama si Ersa Mayori. Di café ini tersedia Udang Galah/Jumbo Prawn (140ribu/kg), seekor udang galah beratnya sekitar 4 ons, juga ada udang windu/king prawn ( 135ribu/kg), sekilonya berisi sekitar 24 ekor, Cumi-cumi/Squid (60ribu/kg), perkilo berisi 2 ekor cumi besar. Bagi penggemar kerang bisa memuaskan diri dengan kerang kepah (35ribu/kg), tersedia juga macam-macam ikan laut (rata-rata 50ribu/kg). Kepiting juga ada tapi saya tidak tahu harganya karena tidak pesan. Harga sudah termasuk nasi putih. Minuman yang kami pesan waktu itu adalah Kelapa muda (10ribu/butir), Lime juice (8ribu/gelas), Tebotol (5ribu/botol) dan Orange juice (8ribu/gelas). Setelah kita memilih aneka bahan laut tadi kita tinggal menunggu bahan-bahan tadi dipanggang. Pilihlah meja yang didekat laut/pantai karena pemandangannya semakin bagus.


Saat kami kesana suasana café sangat ramai, sehingga kami harus menunggu cukup lama (1 JAM !!!) sampai makanan dihidangkan. Bayangkan betapa betenya kami harus menunggu selama itu, tamu di meja sebelah kami malah lebih parah, sampai kami sudah selesai makanpun mereka belum dapat apa-apa. Cuman dikasih minuman pesanan dan piring kosong doang, padahal datangnya hanya berselisih hanya 15 menit setelah kami sampai. Makanya buat yang laper banget sangat tidak disarankan makan di Menega Café saat ramai, yaitu saat sunset dan peak season. Bila terlanjur datang pas ramai, sebaiknya pilih café yang lain saja yang juga menyediakan menu yang sama persis, harga dan rasanya juga nggak jauh-jauh amat dari Menega. Daripada harus nunggu segitu lamanya, bikin nafsu makan ilang. Makanan enak jadinya terasa nggak nikmat lagi. Maunya seneng-seneng malah stress. Seorang teman pernah menyarankan untuk booking meja via telpon dahulu sebelum datang, tapi itu tidak banyak membantu, karena persoalannya pada lamanya proses memasak makanannya.

Setelah perut kenyang, kami segera melanjutkan perjalanan pulang ke hotel. Malam ini saya tidak boleh tidur terlalu larut agar besok pagi-pagi sekali setelah subuh saya bisa menikmati indahnya sunrise di pantai Sanur yang terkenal itu.(Bersambung)